Home » , , » Cerpen cinta

Cerpen cinta

Cerpen cinta - Setelah pada artikel sebelumnya admin memberikan postingan yaitu cerpen lucu kali ini kamu juga bisa melihat sebuah cerpen cinta yang lumayan mengharukan yang bisa kamu nikmati saat santai dan waktu senggang.

Sekedar info saja, cerpen cinta ini diambil dari sebuah blog tetangga yang berisi kumpulan cerpen terbaru. Nah, langsung saja silahkan disimak cerpennya... cekidoot.


Cerpen cinta another love story

Michelle sudah berdiri di balik meja kasir sebuah toko kaset di sebuah mall selama berjam-jam dengan seragam berwarna abu-abu dan topi hitam menunggu pelanggan yang akan membeli kaset. Dia sedang menulis sesuatu di buku jurnalnya ketika seorang cowok berjaket biru dengan garis merah dilengannya membawa sebuah kaset berjalan ke meja kecil didepan meja kasir. Dia dapat melihat dari sudut matanya cowok itu memasukkan kaset ke cd room dan menekan tombol play setelah kasetnya masuk ke kepemutar, lalu dengan sigap dia memasang earphone. Untuk sejenak cowok itu hanya berdiam diri sambil mendengarkan lagu ditelinganya.

Michelle menggantung ujung penanya di jari sambil memikirkan hal apa saja yang menurutnya menarik untuk ditulis di jurnal pribadinya itu. tak sengaja dia memandang wajah cowok yang masih serius dengan musik ditelinganya. Wajah cowok itu terlihat seperti bercahaya. Hidung, mata, poni dan bibirnya terlihat sangat sempurna. Sempat terbesit dipikirannya betapa beruntung cowok itu memiliki wajah sempurna, dan jika dilihat sepertinya cowok itu juga mempunyai kehidupan yang sempurna. Dia tersadar dari lamunannya ketika tangan cowok itu bergerak membuka earphone ditelinganya, dia segera berpura-pura sibuk dengan jurnalnya. Dalam hati dia sangat malu karena hampir ketahuan sedang memperhatikan cowok itu.

Cowok itu meletakkan kaset itu diatas meja kasir dan mengeluarkan uang dari dompetnya.

Michelle segera berdiri dan menghitung harga kaset itu dengan lat pemindai barcode, dia memandang layar komputer dengan hati-hati. Dia masih merasa sedikit grogi. “Rp. 40.000..” ucapnya pelan, dia menghindari tatapan mata cowok itu.

Cowok itu memberikan uang Rp. 50.000 pada Michelle. Dia merasakan keanehan sikap Michelle. Dia memandang bayangan wajahnya di kaca transparan yang menjadi dinding toko kaset itu, memastikan tak ada yang aneh pada wajahnya. Namun tak ada apapun yang membuat wajahnya terlihat janggal.

Michelle segera membungkus kaset tadi dan memberikannya pada cowok itu bersama uang kembalian. “Ini, terima kasih sudah berkunjung ketoko kami dan silahkan kembali lagi..” ucapnya pelan. Sekilas dia memandang kedua bola mata cowok itu. bola matanya berwarna coklat muda, sangat mengagumkan.

Cowok itu tersenyum, “Thank’s..” dia mengambil kaset dan uang kembaliannya, lalu segera melangkah keluar dari toko.

Michelle sempat memandangi cowok itu untuk beberapa saat, lalu dia kembali memandang jurnalnya. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang akan terjadi yang berhubungan dengan cowok itu, tapi dia berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh.

“Jangan terlalu memperhatikan.. Nanti patah hati..” Goda Kevin, bos tempatnya bekerja sambil berlalu dengan senyuman khasnya.

Michelle hanya tersenyum tipis sambil menundukkan wajah.

Yap! Inilah hidupnya. Michelle Regina. Seorang gadis yang masih berusia 17 tahun yang sudah harus merasakan beratnya berjuang demi menyambung hidup. Pada usia 11 ibunya meninggal karena kanker. Wanita yang sangat tegar dan selalu menjadi inspirasi hidupnya. Tak lama kemudian dia merasakan betapa kejamnya ibu tiri, bahkan ayahnya sudah mulai tak memperdulikan dirinya. Ketika adik tirinya lahir, ayahnya bahkan tidak segan-segan menyakitinya. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk melarikan diri ketika usianya masih 15 tahun. Oleh karena itu dia tak bisa melanjutkan sekolahnya. Dia berjuang sendiri dengan tangan dan kakinya untuk menyambung hidup.

Michelle berjalan seorang diri diantara gelapnya malam. Jalanan belum terlalu sepi. Dia merapatkan jaketnya sambil memastikan sekeliling. Dingin terasa sangat menusuk kulit. Dia mempercepat langkahnya agar segera sampai ke kontrakan kecil yang dia sewa dengan harga paling murah. Kondisi rumah itu hanya memiliki dua ruangan kecil, bagian depan dia jadikan kamar dan dibelakang dapur. Meskipun begitu, dia bisa menyulap rumah itu menjadi rumah yang sangat nyaman. Dia tinggal di daerah kumuh dan lingkungan yang kurang baik. Selisih beberapa rumah dari kontrakannya ada tempat pelacuran yang selalu buka sampai pagi, bahkan dia pernah ditawari untuk bekerja disana.

Michelle membaringkan tubuhnya diatas kasur. Memandang langit-langit kamarnya. Tiba-tiba dia teringat wajah cowok tadi, wajah yang seperti bercahaya yang telah menarik perhtiannya. Dia baru menyadari kalau dia adalah remaja. Tapi apa yang harus dia lakukan?? Berlaku seperti remaja lain yang menghabiskan uang di mall bersama teman-teman mereka, atau memiliki kekasih tampan yang selalu mereka pamerkan kemana-mana? Sudah pasti dia tak bisa melakukan itu semua. Hidupnya hanya bisa diisi oleh kerja keras untuk menyambung hidup. Rasanya dia tak berhak mendapatkan itu semua.

Tapi.. bayangan cowok itu membuat hatinya bergetar. Apa yang terjadi?

***

Malam ini Michelle pulang lebih awal karena bos tempatnya bekerja mempunyai acara yang tak bisa dia lewatkan. Biasanya dia baru pulang dari toko kaset sekitar pukul 10 atau 11, tapi sekarang baru pukul 8. Dia senang bisa mempunyai waktu senggang malam ini, jadi dia bisa mampir kesebuah pasar malam yang tak jauh dari rumahnya. Meskipun tak mempunyai teman, paling tidak dia bisa merasa terhibur berada di tengah-tengah keramaian sambil menyaksikan berbagai pertunjukan. Beberapa kali dia mengelap air mata yang mulai membasahi pipinya ketika mengingat almarhum ibunya sering mengajaknya ke pasar malam dulu. Matanya terpaku pada sebungkus gulali yang dijual oleh seorang pedagang. Dia menyukai gulali, tapi jika dia membeli gulali itu bisa saja membuka kenangan-kenangan tentang ibu yang sangat mencintainya. Suasana membahagiakan itu cukup menyiksa batinnya, jadi dia memutuskan untuk pulang.

Dia menendang beberapa batu kecil yang tergeletak dijalan. Jalanan menuju rumahnya sangat sepi, membuat suasana hatinya semakin mellow. Tiba-tiba terdengar suara mobil yang direm secara paksa tak jauh dari tempatnya berjalan, dia melirik mobil itu dari sudut matanya. Tampak beberapa pria bertubuh besar keluar dari mobil sambil menyeret seorang pria muda yang memakai sweater berwarna abu-abu. Dia tak bisa melihat pria yang diseret itu dengan jelas. Dia hanya menunduk berpura-pura tak melihat apapun. Karena disekitar rumahnya bukan hal yang aneh jika terjadi tindak kriminal.

“Aaaww!!” rintih Michelle ketika salah seorang pria besar itu menabraknya. Dia memegangi bahunya yang nyeri.

Pria itu memandang Michelle dengan muka garangnya, “Jangan menutupi jalan!!”

Michelle segera menyingkir dari jalan agar mereka bisa lewat.

“Lepasin!!!” seru pria yang diseret itu.

Michelle mengangkat wajahnya untuk melihat pria itu. Meskipun gelap, tapi dia bisa mengenali pria itu dengan gampang dari hidung dan matanya. Dia terkejut ketika menyadari yang sedang diseret itu adalah cowok yang tempo hari berbelanja di toko kasetnya.

Cowok yang tak bisa berkutik karena dipegangi oleh dua orang bertubuh besar dikanan dan kirinya itu juga mengenali Michelle, dia berteriak meminta pertolongan. “Heii!! Loe yang di toko kaset itu kan?? Please! Tolong gue!!!”

Michelle ingin sekali bisa menolong pria itu, tapi apa yang bisa dia lakukan. Dia ketakutan. Tiba-tiba seorang pria yang paling belakang menjambak rambutnya dengan kasar. “AAAwww!!!!”  jeritnya.

Pria bertubuh besar itu mencengkeram rambut Michelle dengan kuat, lalu berbisik ditelinga gadis itu. “Anggap loe ngga ngeliat apapun malam ini kalau loe masih mau hidup!! NGERTI LOE?!!” ancamnya.

Michelle kesakitan. Tak tau apa yang harus dia perbuat, dia mengangguk perlahan. “I.. iya..”

“Kalalu loe sampai ngelapor ke polisi, loe bakalan gue buat kayak cowok yang didepan itu!!!” pria itu menyentakan tanganya hingga tubuh Michelle yang kecil terhempas ke aspal.

DUUG!!! Rasa pedih menjalar dikepala Michelle untuk beberapa saat, lalu menghilang. Secercah cahaya masuk kecelah matanya, ingatan-ingatan tak mengenakan itu kembali muncul. Senyum ibunya, kasih sayang yang selalu dia rasakan ketika itu. dan perlakuan tidak adil dari ayahnya.

“Chel! Chel! Banguun!” Ucap sebuah suara lembut yang tak asing ditelinga Michelle.

Michelle membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sangat pusing, semuanya terasa berputar. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk membiasakan matanya dengan cahaya terang. Setelah beberapa saat baru dia bisa melihat dengan jelas siapa yang memanggil namanya, Finda, seorang gadis yang tinggal tak jauh dari tempat tinggalnya.

“Loe kenapa Chelle?? Kok bisa pingsan di jalanan gini??” Tanya Finda cemas.

Setelah mendengar ucapan Finda, Michelle baru mengingat kejadian terakhir. Ternyata dia pingsan semalam. Dahinya terluka, darah kering masih terpapar jelas disana. Dia belum punya cukup tenaga untuk menceritkannya pada Finda.

“Yaudah, loe bangun dulu.. gue anter kerumah ya.. Loe istirahat aja dulu..” Ucap Finda sambil membantu Michelle bangkit.

Sesampai dirumah. Michelle segera berbaring ditempat tidurnya. Dia mengingat cowok yang telah merasuki pikirannya selama berhari-hari itu. bagaimana nasibnya sekarang.

“Ohh.. jadi gitu. Hati-hati loe Chel, mereka pasti orang suruhan yang ditugasin untuk ngabisin tuh cowok. Mending jangan cari gara-gara dengan orang yang kayak gitu. Entar malah loe yang kena batunya.” Ucap Finda setelah mendengar cerita Michelle ketika dia baru selesai mengobati luka didahi gadis itu.

“Tapi gue khawatir banget dengan cowok itu..” Ucap Michelle.

Finda memandang Michelle tak mengerti, “Chell.. belum apa-apa aja loe udah kayak gini, gimana kalau loe sampe dibunuh sama mereka?? Emang loe kenal sama cowok itu??”

Michelle menggeleng, “Ngga.. tapi dia pernah belanja di toko kaset tempat gue kerja.”

“Udah deh, Chel.. Jangan cari masalah! Yaudah, gue balik dulu ya. Takut nyokap nyariin.. loe ngga apa-apa kan gue tinggal??” Tanya Finda.

Michelle tersenyum tipis sambil mengengguk, “Iya, ngga apa-apa.. Thank’s ya..”

Finda bangkit dan keluar dari rumah kontrakan Michelle.

Walaupun Finda memintanya untuk tidak memikirkan tentang cowok itu, tapi pikirannya tak bisa berhenti membayangkan wajah panik cowok itu semalam. Dia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apapun. Dia bangkit perlahan dan duduk di pinggir kasur, membuat daftar kecil diotaknya tentang apa saja yang mungkin terjadi pada cowok itu.

Benturan dikepala benar-benar membuatnya tak bisa berlama-lama menegakkan kepala selama beberapa hari. Hal itu membuatnya terpaksa mengambil cuti untuk sementara waktu dari tempat kerjanya. Dihari ketiga, dia sudah bisa beraktifitas seperti biasa meskipun pusing dikepalanya belum hilang seutuhnya.

Tok! Tok! Tok! Terdengar ketukan dari luar.

Reflek kepala Michelle langsung memandang kearah pintu. Dalam hati dia bertanya siapa yang datang, dia beridiri perlahan dan berjalan kepintu tanpa mengeluarkan suara.

“Michelle.. ada yang mau ketemu kamu nih...” Ucap suara riang dari luar, Michelle tau itu adalah suara ibu pemilik kontrakan yang selalu ceria, Bu Darni.

Langkah Michelle terhenti sejengkal sebelum mendekati pintu. Siapa yang mencarinya? Itu lah yang sedang bergulat dipikirannya. Dengan sangat hati-hati dia mengintip dijendela kamarnya. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok pria bertubuh tinggi dan sedikit gemuk berdiri didepan pintu bersama Bu Darni. Dia segera mengbungkam mulutnya dengan tangan ketika teriakan kaget akan keluar dari mulutnya. Dia melangkah mundur sepelan mungkin menjauhi pintu. Pikirannya kacau. Dia tak tau harus melakukan apa. Kenangan-kenangan buruk di masa lalu kembali muncul dibenaknya. Masih ingat jelas dipikirannya bagaimana cara pria tinggi dan sedikit gemuk itu menghukumnya hanya karena dia tidak terlihat senang ketika adik tirinya lahir, dia nyaris mati karena ditenggelamkan di bathup. Tubuhnya bergetar, dia sangat panik! Dia benar-benar tak mau bertemu pria yang secara biologis itu adalah ayahnya. Jalan satu-satunya adalah kabur secepatnya. Dia segera menjangkau tas kecil yang tergantung di dekat kasurnya, lalu dengan cepat dia memasukkan baju secukupnya kedalamnya. Setelah mengambil dompet dia segera masuk kedapur untuk keluar dari pintu belakang sebelum Bu Darni berinisiatif masuk menggunakan kunci cadangan. Dia membuka pintu belakang perlahan, tak terlihat siapapun disana. Dengan cepat dia keluar dan menjauh dari rumahnya secepat mungkin. Dia sudah merasa cukup tersiksa selama ini bersma ayahnya, dan dia tak mau mengalaminya lagi. Tubuhnya masih bergetar ketika dia duduk di halte bus, walaupun dia tak berniat naik bus. Dia masih tak mengerti bagaimana ayahnya bisa mengetahui tempat tinggalnya dan kenapa setelah beberapa tahun dia pergi dari rumah pria itu malah mencarinya. Sekarang selain kenangan masa lalu yang menyesakkan dadanya, pertunya juga menyiksanya karena dia lupa sejak kemarin belum makan apa-apa. Dia segera mencari warung untuk mengisi perutnya sebelum pingsan karena kelaparan.

Setelah perutnya terisi, pikirannya kembali jernih. Dia memikirkan langkah selanjutnya yang akan dia lakukan. Tidak mungkin untuk sementara waktu ini dia kembali kekontrakan.

“Telah dilaporkan menghilang, seorang anak pengusaha ternama di Indonesia, William Kim, pada dua hari yang lalu...” ucap pembaca berita di sebuah tv kecil yang terdapat disudut warung itu.

Spontan Michelle memandang ke layar tv. Matanya melotot melihat foto yang terpampang di layar tv. Itu adalah foto cowok yang semalam diseret oleh orang-orang itu sedang tertawa sambil memegang kamera. dan ciri-ciri yang disebutkan pun sama persis.

“.. ketika menghilang dia mengenakan sweater abu-abu dan jeans berwarna hitam...”

Michelle semakin panik. Ternyata cowok yang bernama William itu belum pulang sejak kejadian malam itu. apa yang terjadi?? Pikirannya kembali berkecamuk. Dia segera meninggalkan warung  itu sebelum ada orang yang menyadari kepanikannya. Dia tak tau harus melakukan apa dan harus pergi kemana. jadi dia memutuskan untuk mengunjungi makam ibunya.

Dia berjalan diantara makam-makam yang tak terawat. Begitu juga makam ibunya. Sudah bertahun-tahun dia tak berkunjung kemari. Dia membersihkan makam itu dengan tangan, sebersih yang dia bisa. Setelah itu dia duduk di pinggir makam ibunya, dia memandangi nisan ibunya yang sudah mulai memudar. Dalam hati dia menjerit dan menceritakan semua kesedihannya. Air mata pun ikut menemaninya dalam hening. Dia mulai terisak sambil menghapus air matanya.

“Michelle ngga tau harus ngelakuin apa, Ma..” ucapnya lirih. “Bantu Michelle ma.. Michelle ngga bisa menghadapi ini sendiri.” Dia mulai terisak lagi, “Maafin Michelle karena ngga bisa jadi anak yang bisa ngebanggain mama.. Michelle takut..” dia tenggelam dalam tamgis beberapa saat, “Apa yang harus Michelle lakuin ma??”

“Loe harus tolong gue..” Ucap sebuah suara di sisi lain makam ibu Michelle.

Michelle memandang orang yang mempunyai suara itu, dan betapa terkejutnya dia melihat William duduk di hadapannya. Dia terlonjak kebelakang dan hampir terjerembab jika tangannya tidak dengan sigap menahan tubuhnya. Matanya melotot memandang cowok yang baru saja dia lihat berita hilangnya di TV. “L.. loe??!!!”

William pun tampak terkejut, dia segera melihat tangan dan tubuhnya. Lalu kembali memandang Michelle, “Loe bisa ngeliat gue??”

“Loe masih hidup??” Ucap Michelle terbata-bata.

William berdiri dan hendak menghampiri michelle yang masih terlihat shock, “Loe bisa ngeliat gue?!” ulangnya.

Michelle berdiri dan segera menjaga jarak dengan William, “Jangan mendekat!!!” serunya.

Langkah William terhenti, dia memandang Michelle yang masih ketakutan dan bingung. “Gue tau loe pasti kaget ngeliat gue, tapi please! Loe harus nolongin gue!” pintanya.

Nafas Michelle terasa sesak, “Loe masih hidup? Kenapa loe ngga pulang ketempat keluarga loe? Mereka semua nyariin loe..”

“iiya, gur tau..” William melangkah mendekati Michelle.

“Stop! Jangan deketin gue!!!” Michele segera mundur, tangan kanannya terulur kedepan isyarat menalarang William untuk maju.

“Oke! Gue ngga akan ngedekatin loe!” Ucap William, “Gue Cuma mau minta pertolongan loe!”

“pertolongan gue? Buat apa? Loe tinggal pulang aja kan kerumah loe, semua orang pasti ngga akan ribut.” Ucap Michelle.

“Gue udah pulang kerumah gue! Gue udah pergi kekampus! Gue udah pergi kemana pun tempat dimana orang selalu mondar-mandir. Tapi ngga ada satu pun dari mereka yang ngeliat gue!! Dengar suara gue! Atau pun ngerasain sentuhan gue!!!!” Jelas William frustasi.

Michelle terkejut mendengar ucapan William, “Apa?!”

“Iya.. gue kaget banget loe bisa ngeliat dan denger suara gue tadi! Please! Gue mohon bantu gue! Udah dua hari keluarga gue khawatir nyariin gue! Tapi mereka ngga tau keberadaan gue! Please! Gue mohon...” suara William terdengar memelas.

Michelle masih tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi, “Jadi maksud loe, loe udah meninggal?”

William menunduk, lalu mamandang Michelle lemah. Dia mengangguk pelan, “Gue rasa...”

Michelle semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi, “Tunggu, berarti loe ini hantu?!”

“Itu nggak penting! Gue butuh bantuan loe untuk nemuin badan gue! Please! Nyokap gue khawatir banget.. dia ngga bisa melakukan apapun kecuali nangis karena gue belum ditemuin..” Ucap William lagi.

Michelle berusaha mencerna kejadian itu dengan pikiran jernih, tapi begitu banyak kejutan hari ini yang membuatnya panik.

“Gue mohon! Cuma loe harapan gue.. walaupun nyokap gue ngga ngeliat gue pulang dengan selamat, tapi paling ngga dia bisa ngeliat badan gue. Dia ngga akan sedih mikirin gue yang menghilang...” ucap William meyakinkan Michelle.

Michelle memandang William dengan wajah menyesal, “Sorry, gue ngga bisa ngebantuin loe. Loe datang sama orang yang salah...”  dia memperbaiki sandangan tasnya, lalu berjalan pergi.

“Heiii! Jangan pergi!” William mengikuti Michelle. “Please tolong gue! Cuma loe yang bisa ngebantuin gue!”

Michelle terus berjalan tanpa menggubris ucapan-ucapan William, meskipun hatinya sangat menyesal. Sepanjang jalan cowok itu tak henti-hentinya memohon agar dia mau manolongnya. Tapi dia hanya diam. Dan ternyata memang tak ada satu orang pun yang mendengar ucapan William kecuali dirinya.

“Please!! Andai loe jadi gue, apa loe bakal biarin nyokap loe sedih setiap hari karena mengira loe menghilang...” Ucap William dengan nada memelas.

Michelle tergugah karena ucapan William barusan, dia berhenti melangkah dan memikirkannya.

“Itu nyokap gue!” Ucap William sambil menunjuk layar tv yang terdapat pada sebuah warung dengan tatapan matanya.

Michelle memandang layar tv. Tampak seorang ibu-ibu yang masih cantik terawat menangis didepan semua media yang meliput.

“Saya tidak butuh apapun kecuali putra saya, Will!! Tolong kembalikan dia!!” ucap ibu William dengan linangan air matanya.

Michelle terdiam, tak tau apa yang harus dia lakukan. Dia terkejut melihat William tiba-tiba berlutut dihadapannya. Dia melihat kanan kiri, tapi tak ada yang melihat apa yang sedang dilakukan cowok itu. “Heii..” ucapnya pelan, berharap tak ada yang mendengarnya.

William berdiri dengan satu lututnya dihadapan Michelle, kepalanya tertunduk. “Gue mohon!”

Hati Michelle luluh melihat keteguhan William. Dia teringat almarhum ibunya, dia juga pasti tak tega jika melihat ibu yang dicintainya menangis cemas seperti itu.

William mengangkat wajahnya memandang Michelle, “Apa gue perlu nyium kaki loe??”

Michelle menggeleng pelan, “Oke, gue bantu loe..”

Wajah William langsung berseri, dia segera berdiri dan hampir memeluk Michelle. Tapi dia sadar kalau tubuhnya sudah tak sepadat dulu hingga bisa memeluk seseorang. Dia tak tau harus bagaimana mengungkapkan rasa terima kasihnya, “Makasih banget...”

Michelle mengangguk sambil tersenyum tipis, dalam hati dia bertanya-tanya apakah dia bisa membantu William.

“Hmm.. nama loe siapa?” Tanya William setelah cukup lama hening ketika dia dan Michelle duduk disebuah taman permainan anak-anak yang sudah lama tidak digunakan.

Michelle yang duduk sambil memeluk lututnya dibawah sebuah jembatan gantung memandang William, “Michelle.. dan nama loe William kan?”

William tersenyum tipis, dia tak terkejut Michelle mengetahui namanya. Karena sejak tadi pagi fotonya sudah tersebar dilayar tv, “Ya.. loe cukup panggil gue Will...”

Michelle mengangguk, lalu keadaan hening lagi.

Akhirnya Will, memulai pembicaraan yang serius. “Apa loe takut ada didekat gue?”

Michelle memandang Will serius, “Tadinya iya..”

“Sekarang?” Tanya Will sedikit penasaran.

Michelle menggeleng, “Ngga lagi. Karena loe ngga kayak hantu yang ada dicerita fiksi. Loe ngga berdarah, ngga ketawa yang nyeremin..” dia tertawa kecil saat mengatakan itu.

Will tersenyum, “Ya, gue emang ngga kayak gitu..”

“Oh iya, malam itu. orang-orang itu bawa loe kemana?” Tanya Michelle.

Will mencoba mengingat, “Yang jelas, tempatnya pengap. Disekeliling tempat itu ada air. sekitar 5 menit dari jalan tempat kita ketemu. Gue ngga bisa ngeliat jelas karena waktu itu gelap banget!”

“loe diapain sama mereka?” Tanya Michelle hati-hati.

Will menatap kedua mata Michelle, terlihat kepedihan dimatanya. “seinget gue, begitu samapai disana mereka langsung nutup mata gue pake kain. Dan gue diseret lagi ngga tau kemana. Gue udah berusaha untuk ngebuka penutup mata itu, tapi tangan gue ngga bisa digerakin. Dua orang megangin tangan gue kenceng banget! Ngga lama kemudian mereka mendorong gue dan gue jatoh. Setelah itu gue ngga tau apa-apa lagi. Waktu gue sadar, gue ada kamar gue. Tapi ngga ada seorang pun yang menyadari kehadiran gue.” Jelasnya.

“Dan jatuh itu yang menyebabkan loe meninggal?” Tanya Michelle memperjelas.

“Gue rasa..” Ucap Will.

“Apa loe kenal siapa mereka?” Tanya Michelle lagi.

“Sama sekali ngga. Tiba-tiba aja mereka muncul waktu gue sedang dalam perjalan pulang dari tempat kursus musik, mereka langsung nyeret gue masuk kemobil.” Jelas Will lagi.

Michelle memikirkan semua informasi dari Will, mencoba menemukan petunjuk dari informasi-informasi itu. tiba-tiba dia teringat sesuatu, “tempat yang disekitarnya air?” gumamnya sambil mengingat.

Will memperhatikan Michelle.

“Apa tempat yang loe maksud itu kayak gedung tua yang disekitarnya danau?” Tanya Michelle.

Will mencoba mengingat, “Gue gak tau pasti apa disekitarnya danau atau kolam, atau apapun itu. tapi gedungnya emang keliatan tua banget!”

“Kayaknya gue tau tempat yang loe maksud! Ayo!” Michelle segera berdiri dan melangkah cepat menuju tempat yang dimaksud Will itu.

Will segera mengikuti Michelle. Dia benar-benar berharap pada bantuan gadis berambut panjang itu.

***

Michelle mengendap-endap dibalik pohon besar sambil memperhatikan sebuah gedung tua yang lumayan jauh dari tempatnya berdiri, Will tak perlu repot-repot bersembunyi seperti dirinya.

“Apa gedung itu yang loe maksud?” Tanya Michelle setengah berbisik.

Will memperhatikan gedung itu, disekitarnya memang terdapat danau. “Iya, gue yakin ini gedungnya..”

Angin lembut meniup rambut Michelle yang dibiarkan lepas, bekas perban dikepalanya masih terlihat bersih. “Gue harus masuk untuk ngeliat apa ada petunjuk tentang tubuh loe..”

“Maksud loe, kita?” Will menjelaskan maksudnya.

Michelle memandang Will sesaat, “Oke, kita harus masuk untuk ngeliat apa ada petunjuk tentang tubuh loe..” ulangnya.

Will tersenyum tipis, “Oke, kita masuk sekarang..”

Michelle melangkah keluar dari balik pohon dan melangkah pelan kearah gedung. Dia berusaha terlihat biasa saja agar tidak ada yang curiga, walaupun tak ada satu orang pun yang terlihat berada disekitarnya. Will berjalan disisinya dengan harapan yang membumbung tinggi.

Gedung itu sama sekali tak ada yang menjaga atau tanda-tanda ada orang yang pernah kesana. Hampir disetiap permukaan dinding bagian luar penuh dengan coretan cat pilox dan arang. Kondisi gedung itu juga tak memungkinkan jika ada yang tinggal disana. Mereka berhenti didepan gedung sambil melihat situasi.

“sepi banget! Kayaknya ngga ada orang..” Ucap Michelle.

“Jangan terlalu cepat mennyimpulkan.. kita belum tau apa yang tersembunyi didalamnya...” Ucap Will mengingatkan.

Michelle mengangguk, dia membetulkan posisi tas dan melangkah perlahan memasuki gedung yang pintunya sudah tidak jelas seperti apa bentuknya. Tanpa mengeluarkan suara dia melewati pintu. Lantai didalam gedung dipenuhi dedaunan kering yang terbawa angin dari depan gedung. Suasana didalam gedung terasa sedikit mencekam. Kondisi diruang pertama dan kedua sama, tak ada tanda-tanda ada orang disana.

“Diruangan ini mata gue ditutup dan diseret ngga tau kearah mana...” Ucap Will ketika mereka masuk ke ruang ketiga.

Michelle berhenti sejenak memperhatikan sekitar. Ruangan itu terlihat biasa saja, masih dengan sampah dedaunan kering yang berserakan dilantai. Tapi tidak sebanyak di ruangan sebelumnya. Matanya melihat sesuatu yang terselip diantara dedaunan. Hati-hati dia menyibakkan dedaunan itu dan menemukan sebuah handphone berwarna hitam dengan sedikit gores dipinggirnya.

“Handphone gue!” seru Will.

“Handphone loe mati..” Ucap Michelle, lalu memandang Will.

“Emang selalu gue matiin waktu kursus.. gue belum sempat ngaktifin lagi karena mereka keburu dateng. Mungkin handphone gue jatoh waktu mereka ngedorong gue disini..” Jelas Will.

“Hei!!” seru seseorang di belakang Michelle.

Michelle terkejut dan langsung memandang kebelakang, dia terkejut melihat seorang pria bertubuh besar berdiri di pintu masuk.

“Lari!!!” Teriak Will panik.

Michelle segera berlari kedalam gedung untuk menghindari orang tadi.

“HEI! Jangan lari loe!!!!” pria tadi segera mengejar Michelle.

Michelle berlari sekencang mungkin, masuk ke ruangan satu dan lainnya. Dalam hati dia berharap tidak ada pria besar lainnya didalam gedung. Dia sangat panik.

“Michelle! Di balik kardus-kardus itu!” Seru Will sambil menunjuk tumpukan kardus disudut ruangan.

Michelle tak sanggup berlari lagi, dia mengikuti saran Will dan segera bersembunyi dibalik kardus itu. nafasnya terengah-engah. Dia duduk dibelakang tumpukan kardus itu sambil mengatur nafas dan memasang pendengarannya dengan baik.

“Dia kesini! Jangan bersuara!” Ucap Will dari pintu masuk ruangan itu.

Michelle langsung menahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

Tak lama terdengar suara langkah berat memasuki ruangan itu. jantung Michelle berdegup kencang, dia benar-benar panik. Dia menutup mulut dan memejamkan matanya. Suasana hening sejenak, lalu terdengar langkah berat itu mendekati tempatnya bersembunyi. Tiba-tiba terdengar suara musik yang ternyata berasal dari handphone pria itu, dia hampir saja berteriak karena kaget.

Pria itu segera mengangkat panggilan di handphone-nya, “Hallo bos..” dia diam sejenak, “Tenang bos, ngga ada yang tau tentang anak itu... tenang bos, anak itu masih berada di dalam lubang itu. Iya, bos.. Besok akan segera saya pindahkan ke tebing didekat gedung ini.. Lapor bos, ada penyusup ke gedung ini.. Tapi akan segera saya bereskan! Baik..” dan pembiacaraan itu selesai. Terdengar langkah berat itu menjauh pergi.

“Dia udah pergi.” Ucap Will tak lama kemudian.

Michelle menghela nafas lega sambil mengurut dadanya. Dia bangkit perlahan sambil memperhatikan sekitar, memang sudah tidak ada pria tadi. “Kita harus segera pergi dari sini!” ucapnya pelan.

Will mengangguk, “Ayo!”

Ketika hendak melangkah keluar dari belakang tumpukan kardus itu, tangannya tak sengaja menyenggol sebuah kardus yang menyebabkan tutupnya terbuka. Dia terkejut melihat sebuah senjata api laras pendek tergeletak di dalam kardus diatas daun-daun kering.

“Ini... ganja..” Ucap Will mengenali daun itu.

“Hah?” Michelle memandang Will tak percaya. Dia sekarang sedang berhadapan dengan pengedar ganja yang sejak beberapa bulan lalu mulai dibicarakan oleh tetangga dan orang-orang disekitar rumahnya. “Ayo pergi!” dia melangkah menuju pintu.

“Tunggu! loe pasti butuh ini.” Will menunjuk senjata api tadi.

Michelle memandang Will tak mengerti, “pistol? Buat apa?”

“Michelle! Salah satu dari mereka udah ngeliat loe ada ditempat mereka, ngga mungkin mereka ngebiarin loe gitu aja. Loe butuh perlindungan diri..” Ucap Will mengingatkan.

Michelle mengerti maksud Will dan setuju akan hal itu, dia segera mengambil senjata api itu dan memasukkannya kedalam tas. “Kita pergi sekarang!”

Kang Red ( http://kangred.blogspot.com/ )

Written by : Kang KanciL - Describe about you

Well Terima Kasih Atas Kunjungan Anda.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.